Banyak gereja dijual di Inggris
London, alislamu.com – Lebih dari 60 gereja di Inggris ditutup setiap tahun. Ratusan uskup mengatakan, ribuan gereja hanya didatangi 10 jamaah atau kurang setiap hari minggunya. Laporan terpisah The Ecclesiological Society, yayasan penjaga gereja, menyebutkan, 4 gereja dari 4.000 ribu gereja hanya dihadiri tak lebih dari 20 jamaah. Laporan ini mengingatkan kemungkinan ditutupnya gereja tersebut karena sedikitnya pengunjung.
Yayasan mengatakan, jumlah warga Inggris yang melakukan ritual keagamaan meningkat dari 1 juta menjadi 3,5 % pada tahun 1970 dan 1,9 % pada tahun 2001. Tapi, dalam kurun waktu itu, 1.626 buah gereja Inggris ditutup, 360 darinya dihancurkan, 341 dipertahankan, dan 925 dirubah bentuknya menjadi tempat yang tidak ada kaitannya dengan keagamaan. Yaitu seperti perpustakaan, tempat olah raga, gedung pertunjukan, studio musik, ruang tarian, restoran, dan tempat tinggal.
Mendapatkan Tempat
Umat Islam Inggris terbilang sangat majemuk. Mereka terdiri dari pendatang dan keturunan mereka serta pribumi. Para pendatang juga berasal dari daerah berbeda seperti Asia Selatan (India, Pakistan, Bangladesh, dan Srilanka), Asia Tenggara (Malaysia, Indonesia, Burma, dan Thailand), Timur Tengah (Mesir, Arab Saudi, Palestina, Yaman, Lebanon, Kuwait, Yordania, Iraq, Iran, Turki) dan Afrika (Algeria, Maroko, dan Somalia). Mereka juga menekuni profesi yang beragam seperti dokter, insinyur, akuntan, pegawai toko, pelayan, buruh, pedagang, olahragawan dan sebagainya.
Dalam beberapa waktu terakhir, muslim Inggris telah menggapai banyak perkembangan positif, apalagi dibandingkan 25 tahun lalu. Mereka telah memiliki sekitar 1.000 masjid. Mereka juga sudah berkesempatan untuk mengekspresikan diri setidaknya dalam 135 organisasi Islam semacam Muslim Council of Britain, Hizbut Tahrir, kepengurusan masjid, yayasan, organisasi pemuda atau mahasiswa Muslim. Hak untuk beribadah juga semakin didapatkan, misalnya, persetujuan Ratu Elizabeth II untuk mengizinkan pegawai istana Buckingham ke masjid untuk salat Jumat. Dakwah dan pendidikan Islam juga mulai mencatat perkembangan signifikan.
Satu hal paling menarik adalah fenomena pindah agama (convert) ke dalam Islam puluhan ribu pribumi berkelas, seperti anak mantan pejabat tinggi, selebriti dan keturunan keluarga terhormat. Sebut saja Yusuf Islam (Cat Stevens), Putra dan putri Lord Justice Scott, Matthew Wilkinson (putra Sir William Wilkinson, mantan Ketua the Nature Concervancy Council), Michael Raines (analis komputer terkenal), Joe Ahmed-Dobson (anak Frank Dobson, mantan menteri kesehatan Inggris), Jonathan Birt (anak Lord Birt, mantan direktur utama BBC), Emma Clark (cicit mantan PM Inggris, Herbert Asquith), The Earl of Yarborough (tuan tanah 28.000 hektare di Lincholnshire) dan sebagainya.
Di antara mereka ada yang ke-Islamannya di awali dengan kekaguman pada spiritualitas Islam. Ada juga yang terinspirasi tulisan Charles Le Gai Eaton. Mantan diplomat Inggris ini menerima surat dari banyak orang yang tidak setuju dengan Kristen yang semakin kontemporer dan mencari agama lain yang tidak begitu berkompromi dengan kehidupan modern. Uniknya, para mualaf ini dikenal lebih taat. Mereka juga sangat serius mendalami Islam sehingga tidak sedikit yang kemudian lebih pandai dari gurunya yang muslim keturunan.
Langkah Terbaik
Fenomena untuk saling memahami dan menghormati antara muslim dan nonmuslim atau pemerintah mulai terlihat. Melalui kerjasama dan dukungan Menteri Kemasyarakatan, Ruth Kelly, sekitar 100.000 anak belajar di madrasah sepulang sekolah umum atau akhir pekan. Dengan kurikulum yang secara khusus disusun oleh sekelompok masjid di Bradford bersama pemerintah, diharapkan bisa dihapusnya ekstrimisme dan anggapan bahwa budaya Islam dan Inggris saling bertentangan.
Agar tidak terus dipolitisasi untuk kepentingan negara tertentu, upaya redefinisi terhadap istilah terorisme merupakan sebuah keniscayaan. Dia seharusnya dilihat sebagai masalah kriminal yang bisa dilakukan oleh umat manapun. Kampanye perang terhadap terorisme telah gagal mengatasi akar masalah. Akibatnya, ketidakadilan makin dirasakan umat Islam, kemiskinan meraja lela dan dunia menjadi tidak lebih aman. Kondisi itulah yang merembet pada keharmonisan hubungan umat Islam dengan masyarakat Inggris yang telah terjalin ratusan tahun.
Masyarakat mayoritas yang nonmuslim sebijaknya berhenti menyuburkan “budaya korban” yang membesar-besarkan sikap antimuslim. Kaum muslim Inggris juga mesti terus berusaha meyakinkan bahwa tidak ada pembenaran teologis apa pun dari Islam terhadap tindakan teror. Mereka juga tidak perlu terus dihantui Islamofobia karena realitas ketidaksukaan terhadap Islam tidaklah seseram itu. Senantiasa mengamalkan ajaran sosiologis Islam yang sejuk, terbuka dan toleran merupakan langkah terbaik kaum muslim untuk menjadi tuan di tanah Inggris.(CMM/Zulheldi Hamzah) (alm/ha).
Label: Islam Internasional
Posting Komentar